Beladiri Beksi |
Sejak dahulu kala, masyarakat Betawi selalu dikenal dan diidentikan dengan pencak silat dan pengajiannya. Kabarnya, sejak zaman kompeni Belanda, remaja Betawi selalu dituntut untuk rajin beribadah dan mampu menjaga diri dengan mempelajari ilmu beladiri pencak silat. Tak heran ilmu beladiri ini menjadi salah satu jenis kebudayaan milik masyarakat Betawi.
Di tanah Betawi ini, ternyata banyak menyimpan berbagai jenis seni beladiri, salah satunya silat Beksi. Seni beladiri yang satu ini merupakan perpaduan antara bela diri dengan seni, keindahan, dan ketepatan dalam mencapai sasaran lawan. Tak hanya itu, meski tak mengenyampingkan keindahan gerak, kekuatan tenaganya tak bisa dianggap remeh. Kecepatan serta kedinamisan dalam gerak inilah yang dapat memukul lawan hingga tak berdaya dan mungkin berakibat fatal.
Dalam silat Beksi, olah pukul yang menitikberatkan pada sikut atau bagian luar daerah lengan menjadi ciri khas pukulan jenis silat ini. Dengan memanfaatkan kekuatan lawan, pukulan beksi dapat mengakibatkan lawan terluka dan berakibat fatal. Hal inilah yang diandalkan jagoan-jagoan Betawi saat berhadapan dengan lawannya.
Salah satu tokoh silat Betawi Beksi, Bang Endang SH mengaku, keseluruhan gerakan yang terangkum dan tertata secara dinamis ini menjadikan silat Beksi sebagai ilmu beladiri yang berbeda dengan ilmu beladiri lainnya. Dari keindahan gerak inilah, silat Beksi banyak digunakan atau diperagakan dalam prosesi palang-pintu pada acara pernikahan adat Betawi bagian Selatan.
Pada silat Beksi terdapat 18 jurus dengan 9 jurus dasar yang disebut formasi. Sementara, atraksi Betawi yang sering melibatkan silat Beksi adalah prosesi Palang Pintu dan Sambut Makna dengan menggunakan formasi jurus beregu dan jurus individu. “Karena kemantepan dalam gerak pas dilakukan pada palang-pintu agar lebih greget,” kata Endang kepada beritajakarta.com, Sabtu (1/5).
Selanjutnya Endang mengaku, jika pencak silat Beksi sudah ada semenjak zaman kolonial Belanda. Hal itu dibuktikan dengan adanya penggunaan beladiri ini semenjak abad ke 18. Jenis beladiri ini telah diwariskan secara turun temurun hingga sampai kepada tokoh besar silat Beksi, H Hasbullah, yang membuka perguruan Beksi di Kabayoranlama, Jakarta Selatan.
Endang mengisahkan bawa silat Beksi ini berasal dari China yang dibawa oleh Lie Ceng Oek. Di Tanah Betawi ini kemudian Lie Ceng Oek membentuk sebuah perguruan pencak silat di daerah Dadap, Tangerang. Untuk melestarikan ilmu silat Beksi, Lie Ceng Oek menurunkan ilmua kepada muridnya yang bernama Ki Marhali dan dilanjutkan oleh H Ghazali. Dari situ kemudian ilmu diturunkan lagi kepada H Hasbullah dan generasi berikutnya.
Dalam perkembangannya, silat Beksi tumbuh di daerah Betawi pinggiran udik atau daerah Selatan Jakarta seperti daerah Pesanggrahan, Kebayoranlama, Ciledug, dan sebagian daerah di Tangerang. Perpaduan ilmu Beksi yang dibawa Lie Ceng Oek dengan gerakan yang diciptakan oleh sesepuh Beksi asal Betawi, menjadikan ilmu Beksi ini sebagai seni beladiri Betawi.
Di tanah Betawi ini, ternyata banyak menyimpan berbagai jenis seni beladiri, salah satunya silat Beksi. Seni beladiri yang satu ini merupakan perpaduan antara bela diri dengan seni, keindahan, dan ketepatan dalam mencapai sasaran lawan. Tak hanya itu, meski tak mengenyampingkan keindahan gerak, kekuatan tenaganya tak bisa dianggap remeh. Kecepatan serta kedinamisan dalam gerak inilah yang dapat memukul lawan hingga tak berdaya dan mungkin berakibat fatal.
Dalam silat Beksi, olah pukul yang menitikberatkan pada sikut atau bagian luar daerah lengan menjadi ciri khas pukulan jenis silat ini. Dengan memanfaatkan kekuatan lawan, pukulan beksi dapat mengakibatkan lawan terluka dan berakibat fatal. Hal inilah yang diandalkan jagoan-jagoan Betawi saat berhadapan dengan lawannya.
Salah satu tokoh silat Betawi Beksi, Bang Endang SH mengaku, keseluruhan gerakan yang terangkum dan tertata secara dinamis ini menjadikan silat Beksi sebagai ilmu beladiri yang berbeda dengan ilmu beladiri lainnya. Dari keindahan gerak inilah, silat Beksi banyak digunakan atau diperagakan dalam prosesi palang-pintu pada acara pernikahan adat Betawi bagian Selatan.
Pada silat Beksi terdapat 18 jurus dengan 9 jurus dasar yang disebut formasi. Sementara, atraksi Betawi yang sering melibatkan silat Beksi adalah prosesi Palang Pintu dan Sambut Makna dengan menggunakan formasi jurus beregu dan jurus individu. “Karena kemantepan dalam gerak pas dilakukan pada palang-pintu agar lebih greget,” kata Endang kepada beritajakarta.com, Sabtu (1/5).
Selanjutnya Endang mengaku, jika pencak silat Beksi sudah ada semenjak zaman kolonial Belanda. Hal itu dibuktikan dengan adanya penggunaan beladiri ini semenjak abad ke 18. Jenis beladiri ini telah diwariskan secara turun temurun hingga sampai kepada tokoh besar silat Beksi, H Hasbullah, yang membuka perguruan Beksi di Kabayoranlama, Jakarta Selatan.
Endang mengisahkan bawa silat Beksi ini berasal dari China yang dibawa oleh Lie Ceng Oek. Di Tanah Betawi ini kemudian Lie Ceng Oek membentuk sebuah perguruan pencak silat di daerah Dadap, Tangerang. Untuk melestarikan ilmu silat Beksi, Lie Ceng Oek menurunkan ilmua kepada muridnya yang bernama Ki Marhali dan dilanjutkan oleh H Ghazali. Dari situ kemudian ilmu diturunkan lagi kepada H Hasbullah dan generasi berikutnya.
Dalam perkembangannya, silat Beksi tumbuh di daerah Betawi pinggiran udik atau daerah Selatan Jakarta seperti daerah Pesanggrahan, Kebayoranlama, Ciledug, dan sebagian daerah di Tangerang. Perpaduan ilmu Beksi yang dibawa Lie Ceng Oek dengan gerakan yang diciptakan oleh sesepuh Beksi asal Betawi, menjadikan ilmu Beksi ini sebagai seni beladiri Betawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar